The Remains of The Day adalah film yang diangkat dari novel
yang berjudul sama. Kazuo Ishiguro adalah seorang sastrawan Inggris karya
novelnya sudah malang melintang di jagat sastra dan juga telah memperoleh
berbagai penghargaan. Pada tahun 2017 akhirnya Kazuo Ishiguro diberikan
penghargaan Nobel Prize dalam bidang literatur oleh Swedish Academy.
Sebuah pencapaian yang pernah juga diterima oleh Ernest Hemingway, William Faulkner, Albert
Camus dan masih banyak lagi tokoh-tokoh
dunia yang karyanya menginspirasi hingga kini.
The Remain of The Day bercerita tentang kehidupan Stevens (Anthony
Hopkins), seorang butler yang bekerja pada Lord Darlington. Adegan film
dibuka dengan suara narasi Miss Kenton (Emma Thompson) dalam surat yang ditulis
untuk Stevens, sekitar tahun 1956. Surat tersebut membahas tentang rumah (atau
bisa dibilang kastil karena ukurannya yang luar biasa besar) Darlington, tempat
Kenton dan Stevens menjadi pelayan. Darlington adalah seorang bangsawan Inggris
yang memiliki mansion dan memiliki cukup banyak pelayan.
Surat kabar di Inggris mengabarkan sejak Darlington mangkat,
pewarisnya tidak ada yang mau mengurusi rumah besar ini. Publik Inggris pada
waktu itu pasca Perang Dunia ke 2 masih menyimpan luka luka mendalam terhadap
Nazi Jerman, sedangkan Darlington adalah warga Inggris yang mendukung
ideologi fasis Nazi Jerman. Jikalau tidak ada yang mau membeli rumah tersebut,
maka bangunan itu akan dihancurkan. Beruntung ada seorang juragan dari Amerika
bernama Lewis berhasil menyelamatkan bangunan tersebut dengan cara membelinya
melalui lelang. Melalui korespondensi surat Miss Kenton untuk Stevens
tergambarkan apa saja yang berubah seiring dengan perkembangan zaman.
Darlington Hall, itulah sebutan Kenton terhadap rumah besar tempat
dia pertama kali bertemu dengan Stevens yang menjadi kepala pelayan. Melalui
jendela pintu dapur, Stevens mengenang sosok Kenton yang berjalan melewati
lorong koridor. Narasi film ini dibangun melalui interaksi surat-menyurat
antara Stevens dan Kenton yang akhirnya sepakat untuk bertemu di sebuah
restoran. Miss Kenton yang saat itu dipanggil dengan nama Mrs.Benn. Setelah
Kenton mengundurkan diri sebagai pelayan di rumah Darlington, dia menikah
dengan Tom Benn namun bercerai 7 tahun silam.
Steven membalas surat Kenton dengan betapa dia masih mengingat
peristiwa ketika pertama kali Kenton datang melamar kerja di rumah Darlington,
sekitar dua puluh tahun yang silam. Stevens adalah seorang pekerja yang sangat
profesional. Tidak ada hal lain dalam hidupnya selain menjalankan tugas
semaksimal mungkin. Bagi Stevens menjalankan tugas sebagai kepala pelayan
adalah amanat paling luhur dalam pencapaian hidupnya.
Ayah
Stevens yang juga bekerja sebagai pelayan di kastil ini, terlihat setengah mati
untuk menjalankan tugas walaupun sedang sakit-sakitan. Hingga pada suatu saat
ketika ada pesta besar yang berlangsung di kediaman Darlington, ayah Stevens
meninggal. Stevens berusaha untuk menutupi kesedihannya dengan menampilkan
sikap yang sangat dingin. Alih-alih meratapi kepergian ayahnya, Stevens justru
meminta dokter untuk memeriksa seorang tamu yang sedang sakit kaki.
Stevens
adalah percerminan dari seseorang yang hidup dalam kesetiaan buta pada
pekerjaannya. Bukan hanya soal kematian sang ayah, untuk sekedar tentang
perseteruan negara sekutu dengan nazi jerman saja Stevens memilih untuk
bersikap netral. Lagi-lagi dengan alasan itu bukan porsinya untuk menilai.
Antara Stevens dan Kenton
Sepanjang Miss Kenton bekerja di Darlington Hall, hubungannya
dengan Stevens mengalami pasang surut. Pertengkaran-pertengkaran kecil sudah
dimulai semenjak awal Kenton bekerja. Seiring dengan berjalannya waktu, mereka
berdua mengalami kedekatan. Film berfokus pada pembangunan cerita tentang
jalinan relasi antara mereka, keseharian dengan berbagai peristiwa dilalui
bersama. Dialog diantara mereka berdua menunjukkan bagaimana perbedaan prinsip
diantaranya.
Miss Kenton yang berperasaan halus namun juga tegas dan mampu
mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan sempurna. “Pekerja yang paling mampu
mengurus rumah tangga” begitu Stevens menyebutkan kualitas Kenton kepada
majikan barunya, Mr.Lewis. Miss Kenton acap kali mengambil keputusan
berdasarkan nilai moral yang dianggap baik. Tentang affair yang terjadi
antar sesama pembantu rumah tangga, turut prihatin atas meninggalnya ayah
Stevens hingga membela sepasang pekerja terancam dipecat oleh Darlington karena
ternyata mereka Yahudi.
Hubungan intens yang mengharuskan Kenton dan Stevens harus bertemu
setiap hari, nampaknya menimbulkan perasaan tersendiri di hati Kenton. Beberapa
kali Kenton terlihat menggoda Stevens untuk mengungkapkan perasaan pribadinya.
Sebuah adegan yang begitu melekat adalah ketika suatu saat Kenton menemukan
Stevens tertidur ketika membaca sebuah buku. Dengan penuh semangat Kenton
mencecar sembari menyudutkan Stevens dengan ceria dan genit seraya bertanya
buku apa yang dibacanya?
Dengan penuh upaya akhirnya Kenton melihat buku yang dibaca
Stevens, sebuah novel roman percintaan. Stevens lalu menjawab “Saya membaca
buku ini untuk meningkatkan kemampuan bahasa saya. Oleh karena itu Miss Kenton,
tolong tinggalkan saya dan privasi saya.”
Stevens dan dunianya
Stevens adalah benteng yang tidak bisa ditembus oleh apapun,
sekalipun oleh Kenton yang sangat ceria dan cerdas. Di otaknya hanya ada
semangat untuk selalu bekerja, tidak ada hal lain yang perlu dipikiran. Urusan
emosi hanya akan mengganggu kemampuannya untuk bekerja. Jika menilik dari
gambar poster film ini, maka tidak salah untuk menduga bahwa film ini bercerita
tentang kisah romantis.
Perubahan zaman yang dimulai dari masa sebelum perang dunia
terjadi hingga pasca perang dunia kedua, memperkuat kesan perjalanan waktu.
Setelah sekian lama berpuluh tahun, satu saja yang tidak mudah move-on
yaitu sang kepala pelayan Stevens. Terasa jelas bahwa maksud yang disampaikan
oleh Kenton menjurus bahwa bagaimana dia mengagumi Stevens. Berharap Stevens
membuka hati dan menunjukkan perasaannya, namun usahanya tampak sia-sia hingga
akhirnya mereka berpisah ditengah hujan.
Stevens sebenarnya adalah seorang kesepian yang juga menunjukkan
emosinya. Namun selalu membunuh tunas-tunas rasa yang mulai bertumbuh. Ada
kalanya dia terhenyak sesaat ketika ayahnya baru meninggal atau terkesima saat
dia mendengar anak pemilik penginapan yang gugur di Dunkirk. Sekiranya
peperangan besar yang mempertanyakan kodrat manusia pun tidak mampu merubah
banyak keteguhan hati seorang Stevens yang hidup untuk melayani.
Stevens digambarkan dalam film ini sebagai seseorang yang tidak
terbebas dari penjara yang dibuatnya sendiri. Begitu keras dengan segala
prinsip yang dimiliki sehingga meniadakan sisi humanitasnya. Tetapi kalau saya
boleh berpendapat, apalah hak kita untuk menilai kebahagian orang? Tidakkah
manusia boleh memilih untuk bagaimana menjalani hidupnya? Sudah berulang kali
orang sekitar Stevens menawarkan alternatif dari hidupnya yang monoton, namun
jikalau Stevens masih berkeras hati nampaknya memang itu yang sebenarnya yang
diharapkannya. Toh dia tidak mencederai siapapun juga, agaknya film yang
memperoleh 8 nominasi oscar ini berusaha untuk menawarkan moral bahwa
hidup dalam kesibukan yang monoton adalah hal yang buruk.
Comments
Post a Comment