The Remains of The Day (1993)



The Remains of The Day adalah film yang diangkat dari novel  yang berjudul sama. Kazuo Ishiguro adalah seorang sastrawan Inggris karya novelnya sudah malang melintang di jagat sastra dan juga telah memperoleh berbagai penghargaan. Pada tahun 2017 akhirnya Kazuo Ishiguro diberikan  penghargaan Nobel Prize dalam bidang literatur oleh Swedish Academy. Sebuah pencapaian yang pernah juga diterima oleh  Ernest Hemingway, William Faulkner, Albert Camus dan  masih banyak lagi tokoh-tokoh dunia yang karyanya menginspirasi hingga kini.

The Remain of The Day bercerita tentang kehidupan Stevens (Anthony Hopkins), seorang butler yang bekerja pada Lord Darlington. Adegan film dibuka dengan suara narasi Miss Kenton (Emma Thompson) dalam surat yang ditulis untuk Stevens, sekitar tahun 1956. Surat tersebut membahas tentang rumah (atau bisa dibilang kastil karena ukurannya yang luar biasa besar) Darlington, tempat Kenton dan Stevens menjadi pelayan. Darlington adalah seorang bangsawan Inggris yang memiliki mansion dan memiliki cukup banyak pelayan. 

Surat kabar di Inggris mengabarkan sejak Darlington mangkat, pewarisnya tidak ada yang mau mengurusi rumah besar ini. Publik Inggris pada waktu itu pasca Perang Dunia ke 2 masih menyimpan luka luka mendalam terhadap Nazi Jerman,  sedangkan Darlington adalah warga Inggris yang mendukung ideologi fasis Nazi Jerman. Jikalau tidak ada yang mau membeli rumah tersebut, maka bangunan itu akan dihancurkan. Beruntung ada seorang juragan dari Amerika bernama Lewis berhasil menyelamatkan bangunan tersebut dengan cara membelinya melalui lelang. Melalui korespondensi surat Miss Kenton untuk Stevens tergambarkan apa saja yang berubah seiring dengan perkembangan zaman.

Darlington Hall, itulah sebutan Kenton terhadap rumah besar tempat dia pertama kali bertemu dengan Stevens yang menjadi kepala pelayan. Melalui jendela pintu dapur, Stevens mengenang sosok Kenton yang berjalan melewati lorong koridor. Narasi film ini dibangun melalui interaksi surat-menyurat antara Stevens dan Kenton yang akhirnya sepakat untuk bertemu di sebuah restoran. Miss Kenton yang saat itu dipanggil dengan nama Mrs.Benn. Setelah Kenton mengundurkan diri sebagai pelayan di rumah Darlington, dia menikah dengan Tom Benn namun bercerai 7 tahun silam. 

Steven membalas surat Kenton dengan betapa dia masih mengingat peristiwa ketika pertama kali Kenton datang melamar kerja di rumah Darlington, sekitar dua puluh tahun yang silam. Stevens adalah seorang pekerja yang sangat profesional. Tidak ada hal lain dalam hidupnya selain menjalankan tugas semaksimal mungkin. Bagi  Stevens menjalankan tugas sebagai kepala pelayan adalah amanat paling luhur dalam pencapaian hidupnya.

Ayah Stevens yang juga bekerja sebagai pelayan di kastil ini, terlihat setengah mati untuk menjalankan tugas walaupun sedang sakit-sakitan. Hingga pada suatu saat ketika ada pesta besar yang berlangsung di kediaman Darlington, ayah Stevens meninggal. Stevens berusaha untuk menutupi kesedihannya dengan menampilkan sikap yang sangat dingin. Alih-alih meratapi kepergian ayahnya, Stevens justru meminta dokter untuk memeriksa seorang tamu yang sedang sakit kaki.

Stevens adalah percerminan dari seseorang yang hidup dalam kesetiaan buta pada pekerjaannya. Bukan hanya soal kematian sang ayah, untuk sekedar tentang perseteruan negara sekutu dengan nazi jerman saja Stevens memilih untuk bersikap netral. Lagi-lagi dengan alasan itu bukan porsinya untuk menilai. 


Antara Stevens dan Kenton
Sepanjang Miss Kenton bekerja di Darlington Hall, hubungannya dengan Stevens mengalami pasang surut. Pertengkaran-pertengkaran kecil sudah dimulai semenjak awal Kenton bekerja. Seiring dengan berjalannya waktu, mereka berdua mengalami kedekatan. Film berfokus pada pembangunan cerita tentang jalinan relasi antara mereka, keseharian dengan berbagai peristiwa dilalui bersama. Dialog diantara mereka berdua menunjukkan bagaimana perbedaan prinsip diantaranya. 

Miss Kenton yang berperasaan halus namun juga tegas dan mampu mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan sempurna. “Pekerja yang paling mampu mengurus rumah tangga” begitu Stevens menyebutkan kualitas Kenton kepada majikan barunya, Mr.Lewis. Miss Kenton acap kali mengambil keputusan berdasarkan nilai moral yang dianggap baik. Tentang affair yang terjadi antar sesama pembantu rumah tangga, turut prihatin atas meninggalnya ayah Stevens hingga membela sepasang pekerja terancam dipecat oleh Darlington karena ternyata mereka Yahudi.

Hubungan intens yang mengharuskan Kenton dan Stevens harus bertemu setiap hari, nampaknya menimbulkan perasaan tersendiri di hati Kenton. Beberapa kali Kenton terlihat menggoda Stevens untuk mengungkapkan perasaan pribadinya. Sebuah adegan yang begitu melekat adalah ketika suatu saat Kenton menemukan Stevens tertidur ketika membaca sebuah buku. Dengan penuh semangat Kenton mencecar sembari menyudutkan Stevens dengan ceria dan genit seraya bertanya buku apa yang dibacanya? 

Dengan penuh upaya akhirnya Kenton melihat buku yang dibaca Stevens, sebuah novel roman percintaan. Stevens lalu menjawab “Saya membaca buku ini untuk meningkatkan kemampuan bahasa saya. Oleh karena itu Miss Kenton, tolong tinggalkan saya dan privasi saya.”


Stevens dan dunianya
Stevens adalah benteng yang tidak bisa ditembus oleh apapun, sekalipun oleh Kenton yang sangat ceria dan cerdas. Di otaknya hanya ada semangat untuk selalu bekerja, tidak ada hal lain yang perlu dipikiran. Urusan emosi hanya akan mengganggu kemampuannya untuk bekerja. Jika menilik dari gambar poster film ini, maka tidak salah untuk menduga bahwa film ini bercerita tentang kisah romantis.


Perubahan zaman yang dimulai dari masa sebelum perang dunia terjadi hingga pasca perang dunia kedua, memperkuat kesan perjalanan waktu. Setelah sekian lama berpuluh tahun, satu saja yang tidak mudah move-on yaitu sang kepala pelayan Stevens. Terasa jelas bahwa maksud yang disampaikan oleh Kenton menjurus bahwa bagaimana dia mengagumi Stevens. Berharap Stevens membuka hati dan menunjukkan perasaannya, namun usahanya tampak sia-sia hingga akhirnya mereka berpisah ditengah hujan.

Stevens sebenarnya adalah seorang kesepian yang juga menunjukkan emosinya. Namun selalu membunuh tunas-tunas rasa yang mulai bertumbuh. Ada kalanya dia terhenyak sesaat ketika ayahnya baru meninggal atau terkesima saat dia mendengar anak pemilik penginapan yang gugur di Dunkirk. Sekiranya peperangan besar yang mempertanyakan kodrat manusia pun tidak mampu merubah banyak keteguhan hati seorang Stevens yang hidup untuk melayani.

Stevens digambarkan dalam film ini sebagai seseorang yang tidak terbebas dari penjara yang dibuatnya sendiri. Begitu keras dengan segala prinsip yang dimiliki sehingga meniadakan sisi humanitasnya. Tetapi kalau saya boleh berpendapat, apalah hak kita untuk menilai kebahagian orang? Tidakkah manusia boleh memilih untuk bagaimana menjalani hidupnya? Sudah berulang kali orang sekitar Stevens menawarkan alternatif dari hidupnya yang monoton, namun jikalau Stevens masih berkeras hati nampaknya memang itu yang sebenarnya yang diharapkannya. Toh dia tidak mencederai siapapun juga, agaknya film yang memperoleh 8  nominasi oscar ini berusaha untuk menawarkan moral bahwa hidup dalam kesibukan yang monoton adalah hal yang buruk.





Comments